EVALUASI PROGRAM PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU



BAB II
EVALUASI PROGRAM
PENGEMBANGAN PROFESIONALISME GURU


     A. Evaluasi Program  
          1. Pengertian Evaluasi Program
Evaluasi program adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat keberhasilan program.  Evaluasi program juga merupakan upaya untuk mengetahui efektivitas komponen program dalam mendukung pencapaian tujuan program.  Evaluasi program dikembangkan dari evaluasi secara umum, yaitu proses pengumpulan data, analisis, dan digunakannya untuk pengambilan keputusan terhadap objek ataupun subyek yang dievaluasi.  Selain itu evaluasi program juga dikembangkan dari berbagai pilar manajemen atau pengelolaan yang lebih spesifik, yaitu pilar monitoring, evaluasi, dan kontrol.
            Dalam dunia pendidikan, evaluasi program dapat diartikan dengan kegiatan supervisi dan supervisi sekolah dapat diartikan sebagai evaluasi program.  Dapat disimpulkan bahwa : Evaluasi program pendidikan tidak lain adalah supervisi pendidikan dalam pengertian khusus, tertuju pada lembaga secara keseluruhan.[1]
     Tujuan dari kegiatan evaluasi program adalah keingintahuan penyusun program untuk melihat apakah tujuan program sudah tercapai atau belum.  Dengan kata lain, evaluasi program dimaksudkan untuk melihat pencapaian target program.  Untuk menentukan seberapa jauh target program sudah tercapai, yang menjadi tolok ukur adalah tujuan yang telah dirumuskan dalam tahap kegiatan perencanaan kegiatan.
2.    Evaluasi Program Dengan Kebijakan
Ada empat kemungkinan kebijakan yang dapat dilakukan berdasarkan pelaksanaan sebuah program keputusan, yaitu : a) menghentikan program jika dianggap tidak bermanfaat, b) merevisi program jika ada bagian-bagian yang kurang sesuai dengan harapan, c) melanjutkan program jika sudah sesuai dengan harapan, d) menyebarluaskan program jika dinilai sangat baik dan perlu diterapkan di tempat dan waktu yang lain.[2]
           Oleh karena itu, mengacu kepada pendapat di atas maka evaluasi program pendidikan dipandang sangat penting, karena sebagai tolok ukur keberhasilan suatu program yang dilakukan.  Jika terdapat kekurangan, maka kekurangan itu akan diperbaiki di masa yang akan datang.  Jika program itu baik dan bermanfaat, maka program tersebut dapat dilanjutkan dan disebarluaskan di tempat lain.
3.    Model Evaluasi Program
Model evaluasi ialah model desain evaluasi yang dibuat oleh para ahli atau pakar evaluasi yang biasanya dinamakan sama dengan pembuatnya atau tahap pembuatannya.[3] Kaufman dan Thomas sebagaimana dikutip oleh Suharsimi Arikunto membedakan model evaluasi menjadi tujuh, yaitu[4] :
a)   Goal Orinted Evaluation Model
Yang menjadi objek pengamatan pada model ini adalah tujuan dari program yang sudah ditetapkan jauh sebelum program dimulai.  Evaluasi dilakukan secara berkesinambungan, terus menerus, mencek seberapa jauh tujuan tersebut sudah terlaksana di dalam proses pelaksanaan program.
b)   Goal Free Evaluation Model
Yang perlu diperhatikan dalam program ini adalah bagaimana kerjanya program, dengan jalan mengidentifikasi penampilan-penampilan yang terjadi, baik hal-hal positif (yaitu hal yang diharapkan) maupun hal-hal negatif (yang sebetulnya tidak diharapkan).
c)      Formatif-Summatif  Evaluation Model
               Model ini menunjuk adanya tahapan dan lingkup objek yang dievaluasi, yaitu evaluasi yang dilakukan pada waktu program masih berjalan (disebut evaluasi formatif) dan ketika program sudah selesai atau berakhir (disebut evaluasi sumatif).
d)      Countenance Evaluation Model
                 Model ini dikembangkan oleh Stake.  Model Stake menekankan pada adanya pelaksanaan dua hal pokok, yaitu (1) deskripsi (description) dan (2) pertimbangan (judgments); serta membedakan adanya tiga tahap dalam evaluasi program, yaitu (1) anteseden (antecedents/context), (2) transaksi (transaction/process), dan (3) keluaran (output-outcomes).
e)      CSE-UCLA Evaluation Model
                Ciri dari model  CSE-UCLA adalah adanya lima tahap yang dilakukan dalam evaluasi, yaitu perencanaan, pengembangan, implementasi, hasil, dan dampak.
f)        CIPP Evaluation Model
              Model CIPP ini dikembangkan oleh Stufflebeam, dkk. di Ohio State University.  CIPP merupakan singkatan, yaitu: Context evaluation (evaluasi terhadap konteks), Input evaluation (avaluasi terhadap masukan), Process evaluation (evaluasi terhadap proses), Product evaluation (evaluasi terhadap hasil). Model CIPP adalah model evaluasi yang memandang program yang dievaluasi sebagai sebuah sistem.  Jika tim evalutor sudah menentukan model CIPP sebagai model yang akan digunakan untuk mengevaluasi program yang ditugaskan maka harus menganalisis program tersebut berdasarkan komponen-komponennya.
             Gilbert Sax  memberikan arahan kepada evaluator tentang bagaimana mempelajari tiap-tiap komponen yang ada dalam setiap program yang dievaluasi dengan mengajukan beberapa pertanyaan.  Model ini sekarang disempurnakan dengan satu komponen O, singkatan dari outcome (s) sehingga menjadi model CIPPO. Model CIPP hanya berhenti pada mengukur output (product), sedangkan CIPPO sampai pada implementasi dari product.
g)      Discrepancy Model
                 Model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus ini merupakan model yang menekankan pada pandangan adanya kesenjangan di dalam pelaksanaan program.  Evaluasi program yang dilakukan oleh evaluator mengukur besarnya kesenjangan yang ada di setiap komponen.
Model evaluasi yang akan dipilih dalam penelitian ini adalah model CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam di OhioStateUniversity.   CIPP merupakan singkatan dari context, input, process and product, yang mana keempat kata ini adalah merupakan sasaran evaluasi yaitu komponen dari proses program kegiatan.  Model CIPP ini dipilih peneliti berdasarkan cara kerja evaluasi model CIPP yang memandang evaluasi sebuah sistem, dan ketepatan penggunaan model evaluasi untuk program pemrosesan seperti pengembangan profesionalisme guru.  Alasan lainnya adalah karena peneliti akan mengevaluasi semua komponen yang ada dalam pengembangan profesionalisme guru.  Hal ini sangat sesuai dengan model CIPP yang menitikberatkan pada evaluasi komponen-komponen yang ada dalam program yang akan dievaluasi.  Model CIPP ini memiliki tiga dimensi, yaitu : 1) Tipe evaluasi : konteks, input dan proses hasil, 2) Manfaat penelitian : pengambilan keputusan (decision maker) dan bukti pertanggung jawaban (accountability), dan 3) Analisis ekonomi dan evaluasi, ditinjau dari tujuan, pelaksanaan dan  hasil secara komprehensif.[5] Penjelasan dari masing-masing komponen diatas adalah sebagai berikut sebagimana diterangkan oleh Umaidi :[6]
a.         Evaluasi konteks adalah upaya untuk menggambarkan dan merinci  lingkungan, kebutuhan yang tidak terpenuhi, populasi dan sampel yang dilayani, dan tujuan proyek.  Konteks ini juga membantu merencanakan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai oleh program dan merumuskan tujuan program. Konteks dalam penelitian ini adalah profesionalisme guru.
b.        Evaluasi input/masukan
       Input pendidikan adalah segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses pendidikan yang meliputi :
1)    Sumber daya manusia seperti guru, konsultan, karyawan, peserta didik, wali murid, masyarakat.  Selain itu adalah sarana-prasarana dan dana.
2)   Input perangkat seperti struktur organisasi, peraturan, deskripsi kerja, rencana dan perangkat evaluasi.
3)   Input harapan seperti visi, misi, dan tujuan yang ingin dicapai untuk sekolah.
    Evaluasi input atau masukan dalam penelitian ini adalah para guru.
c.       Evaluasi proses
Evaluasi proses dalam model CIPP ini menunjuk pada “apa” (what) kegiatan yang dilakukan dalam program, “kapan” (when) kegiatan akan selesai.  Jadi evaluasi proses ini mengarah kepada seberapa jauh kegiatan yang dilaksanakan dalam sebuah program sudah terlaksana sesuai dengan rencana.
Evaluasi proses dalam penelitian ini adalah diklat, seminar atau pelatihan, MGMP dan KKG yang mendukung pelaksanaan pengembangan profesionalisme guru.
d.   Evaluasi produk atau hasil
             Evaluasi produk atau hasil diarahkan pada hal-hal yang menunjukkan perubahan yang terjadi pada masukan mentah.  Evaluasi produk ini juga untuk menolong keputusan selanjutnya.  Apa hasil yang telah dicapai? Apa yang dilakukan setelah program berjalan?
Evaluasi produk dalam penelitian ini adalah kualitas guru setelah dilaksanakan pengembangan profesionalisme guru.
            e. Langkah-langkah Evaluasi Program
            Garis besar tahapan Evaluasi Program meliputi : tahapan persiapan eva luasi program, tahap pelaksanaan, dan tahap monitoring. Penjelasan tentang langkah-langkah tersebut dapat dilihat dalam bagan dibawah ini :
1)        Persiapan Evaluasi Program
            Pada tahap persiapan ada langkah-langkah yang harus ditempuh meliput;
a)        Penyusunan evaluasi
b)        Penyusunan instrumen evaluasi
c)        Validasi instrumen evaluasi
d)       Menentukan jumlah sampel yang diperlukan
e)        Penyamaan persepsi antar evaluator sebelum data di ambil
2)      Pelaksanaan Evaluasi Program
Evaluasi program dapat dikategorikan evaluasi reflektif, evaluasi rencana, evaluasi proses dan evaluasi hasil. Keempat jenis evaluasi tersebut mempengaruhi evaluator dalam mentukan metode dan alat pengumpul data yang digunakan.
           Dalam pengumpulan data dapat menggunakan berbagai alat pengumpul data antara lain : pengambilan data dengan tes, pengambilan data dengan observasi ( bias berupa check list, alat perekam suara atau gambar ), pengambilan data dengan angket, pengambilan data dengan wawancara, pengambilan data dengan metode analisis dokumen dan artifak atau dengan teknik lainya.
3) Tahap Monitoring (Pelaksanaan)
            Monitoring pelaksanaan evaluasi berfungsi untuk mengetahui kesesuaian pelaksanaan dengan rencana program. Sasaran monitoring adalah seberapa pelaksaan program dapat diharapkan/ telah sesuai dengan rencana program, apakah berdampak positif atau negatif. Teknik dan alat monitoring dapat berupa :
a)        Teknik pengamatan partisipatif
b)        Teknik wawancara
c)        Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi
d)       Evaluator atau praktisi atau pelaksana program
e)        Perumusan tujuan pemantauan
f)         Penetapan sasaran pemantauan
g)        Penjabaran data yang dibutuhkan
h)        Penyiapan metode/alat pemantauan sesuai dengan sifat dan sumber/jenis data
i)     Perencanaan analisis data pemantauan dan pemaknaannya dengan berorientasi pada tujuan monitoring

 B.  Profesionalisme Guru
       1. Pengertian Guru
                      Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, guru adalah orang yang pekerjaannya (mata pencahariannya, profesinya mengajar. Sedangkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa guru adalah seorang yang mempunyai gagasan yang harus diwujudkan untuk kepentingan anak didik, sehingga menjunjung tinggi mengembangkan dan menerapkan keutamaan yang menyangkut agama, kebudayaan dan keilmuan.
            Kata guru, bagi masyarakat Indonesia bukanlah kata yang asing lagi, akan tetapi ada baiknya disampaikan pengertian tentang guru agar terjadi kesamaan persepsi di dalam penelitian ini. Sebenarnya banyak pengertian dari kata guru. Dalam pandangan masyarakat Jawa, guru bisa dilacak melalui akronim gu dan ru. Gu diartikan dapat digugu (dianut) dan ru berarti bisa ditiru (dijadikan teladan).
          Apabila merujuk pada beberapa istilah dalam konteks makna guru, maka dalam bahasa arab sedikitnya ada tiga istilah, yaitu  al-Mu’allim, al-Muaddib, dan al-Murabbi.
                 1) Al-Mu’allim
Al-Mu’allim (isim fa’il) berasal dari akar kata ‘allama. Dalam bentuk kata kerja dengan segala variasinya disebut dalam Al-Qur’an lebih dari 40 kali, tersebar dalam beberapa surah, seperti dalam ayat berikut: al-Baqarah (2) ayat 31 1) ar-Rahman (55) ayat 2, 4, 2). Senagai yang maha Guru, Tuhan memiliki kelebihan ilmu merupakan sifat yang diajarkan kepada manusia (Nabi Adam As) selaku siswa, agar ia mampu mengemban tugas kekhalifahan di ata sbumi. Adanya kelebihan ilmu, merupakan salah satu syarat yang harus dimiliki oelh guru untuk dapat menyampaikan materi pendidikan, sehingga orang lain menjadi baik.
Oleh karena itu Islam sangat menghargai, menghormati dan memuliakan orang yang berilmu pengetahuan dan bertugas sebagai guru. Dengan demikian, guru merupakan pihak yang memiliki kelebihan ilmu dari siswanya. Melalui proses pendidikan, ia mentrasformasi-kan ilmu yang dimili kepada manusia lain (siswa), agar dapat mengenal dirinya, penciptanya dan yang lainnya melalui kemmampuan berfikir dengan ilmu yang dim
                 2) Al-Muaddib
   Al-Muaddib (isim fa’il), berasal dari akar kata addaba. Di dalam al-Qur’an, kata ini tidak ditemukan penggunaanya. Kata adab diartikan sebagai al adabu yang berarti pendidikan, yaitu mendidik manusia agar beradab. Dinamai adaban, karena mendidik manusia kepada hal-hal yang terpuji dari hal-hal yang tercela. Sedang asal al adab adalah ada dua yang memiliki arti panggilan atau ajakan. Lebih lanjut kata addaba muradif (sinonim) dengan kata allama yang berarti mendidik atau mengajar.
    Dari sini diketahui bahwa guru merupakan pihak yang memanggil atau mengajak, membimbing dan mengarahkan manusia (siswa) agar beradab atau berakhlak baik, dengan melalui aktivitas paedagogis.
                 3) Al-Murabbi
       Al-Murabbi (isim fa’il), berasal dari akar kata rabba-yarubbu. Dalam al-Quran disebut tidak kurang dari 900 kali dalam beberapa ayat, dan tersebar dari beberapa surah, antara lain adalah: al-fatihah (1) ayat 1- 7. 5). Kata rabbun selain menunjuk pada nama Tuhan, juga memiliki arti guru. Syekh Ahmad Mustafa al-Maragi, menguraiakn kata tersebut dengan Tuhan guru yang mengurus kepentingan yang dididiknya dan mengatur urusannya atau keperluannya.[7]
        Menurut hemat penulis guru  adalah pendidik dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
                2. Peran dan Fungsi  Guru
          Peran dan kompetensi guru dalam proses pembelajaran meliputi banyak hal sebagaimana yang dikemukakan oleh Adam & Decey dalam Moh. Uzer antara lain guru sebagai pengajar, pemimpin kelas, pembimbing, pengatur lingkungan, partisipan, ekspeditor, perencana, supervisor, motivator, dan konselor.[8]
                     Adapun peran-peran tersebut adalah sebagai berikut :
                         a.   Guru Sebagai Pendidik
Guru adalah pendidik, yang menjadi tokoh, panutan dan identifikasi bagi para peserta didik, dan lingkungannya. Oleh karena itu, guru harus memiliki standar kualitas tertentu, yang mencakup tanggung jawab, wibawa, mandiri dan disiplin. Peran guru sebagai pendidik (nurturer) berkaitan dengan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak untuk memperoleh pengalaman-pengalaman lebih lanjut seperti penggunaan kesehatan jasmani, bebas dari orang tua, dan orang dewasa yang lain, moralitas tanggungjawab kemasyarakatan, pengetahuan dan keterampilan dasar, persiapan.untuk perkawinan dan hidup berkeluarga, pemilihan jabatan, dan hal-hal yang bersifat personal dan spiritual. Oleh karena itu tugas guru dapat disebut pendidik dan pemeliharaan anak. Guru sebagai penanggung jawab pendisiplinan anak harus mengontrol setiap aktivitas anak-anak agar tingkat laku anak tidak menyimpang dengan norma-norma yang ada.
b.   Guru Sebagai Pengajar
Peranan guru sebagai pengajar dan pembimbing dalam kegiatan belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai factor, seperti motivasi, kematangan, hubungan peserta didik dengan guru, kemampuan verbal, tingkat kebebasan, rasa aman dan keterampilan guru dalam berkomunikasi. Jika factor-faktor di atas dipenuhi, maka melalui pembelajaran peserta didik dapat belajar dengan baik. Guru harus berusaha membuat sesuatu menjadi jelas bagi peserta didik dan terampil dalam memecahkan masalah.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru dalam pembelajaran, yaitu: Membuat ilustrasi, Mendefinisikan, Menganalisis, Mensintesis, Bertanya, Merespon, Mendengarkan, Menciptakan kepercayaan, Memberikan pandangan yang bervariasi, Menyediakan media untuk mengkaji materi standar, Menyesuaikan metode pembelajaran, Memberikan nada perasaan.
Agar pembelajaran memiliki kekuatan yang maksimal, guru-guru harus senantiasa berusaha untuk mempertahankan dan meningkatkan semangat yang telah dimilikinya ketika mempelajari materi standar.
                         c.    Guru Sebagai Pembimbing
Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental, emosional, kreatifitas, moral dan spiritual yang lebih dalam dan kompleks.
Sebagai pembimbing perjalanan guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk melaksanakan empat hal berikut:
1)        Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi kompetensi yang hendak dicapai.
2)        Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran, dan yang paling penting bahwa peserta didik melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.
3)        Guru harus memaknai kegiatan belajar.
4)        Guru harus melaksanakan penilaian.
5)        Guru Sebagai Pemimpin
Guru diharapkan mempunyai kepribadian dan ilmu pengetahuan. Guru menjadi pemimpin bagi peserta didiknya. Ia akan menjadi imam.
                          d.    Guru Sebagai Pengelola Pembelajaran
Guru harus mampu menguasai berbagai metode pembelajaran. Selain itu, guru juga dituntut untuk selalu menambah pengetahuan dan keterampilan agar supaya pengetahuan dan keterampilan yang dirnilikinya tidak ketinggalan jaman.
                         e.    Guru Sebagai Model dan Teladan
Guru merupakan model atau teladan bagi para peserta didik dan semua orang yang menganggap dia sebagai guru. Terdapat kecenderungan yang besar untuk menganggap bahwa peran ini tidak mudah untuk ditentang, apalagi ditolak. Sebagai teladan, tentu saja pribadi dan apa yang dilakukan guru akan mendapat sorotan peserta didik serta orang disekitar lingkungannya yang menganggap atau mengakuinya sebagai guru. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh guru: sikap dasar, bicara dan gaya bicara, kebiasaan bekerja, sikap melalui pengalaman dan kesalahan, pakaian, hubungan kemanusiaan, proses berfikir, perilaku neurotis, selera, keputusan, kesehatan, gaya hidup secara umum.
Perilaku guru sangat mempengaruhi peserta didik, tetapi peserta didik harus berani mengembangkan gaya hidup pribadinya sendiri.
Guru yang baik adalah yang menyadari kesenjangan antara apa yang diinginkan dengan apa yang ada pada dirinya, kemudian menyadari kesalahan ketika memang bersalah. Kesalahan harus diikuti dengan sikap merasa dan berusaha untuk tidak mengulanginya.
                         f.    Sebagai Anggota Masyarakat
               Peranan guru sebagai komunikator pembangunan masyarakat. Seorang guru diharapkan dapat berperan aktif dalam pembangunan disegala bidang yang sedang dilakukan. Ia dapat mengembangkan kemampuannya pada bidang-bidang dikuasainya. Guru perlu juga memiliki kemampuan untuk berbaur dengan masyarakat melalui kemampuannya, antara lain melalui kegiatan olah raga, keagamaan dan kepemudaan. Keluwesan bergaul harus dimiliki, sebab kalau tidak pergaulannya akan menjadi kaku dan berakibat yang bersangkutan kurang bisa diterima oleh masyarakat.
                         g.    Guru sebagai administrator
Seorang guru tidak hanya sebagai pendidik dan pengajar, tetapi juga sebagai administrator pada bidang pendidikan dan pengajaran. Guru akan dihadapkan pada berbagai tugas administrasi di sekolah. Oleh karena itu seorang guru dituntut bekerja secara administrasi teratur. Segala pelaksanaan dalam kaitannya proses belajar mengajar perlu diadministrasikan secara baik. Sebab administrasi yang dikerjakan seperti membuat rencana mengajar, mencatat hasil belajar dan sebagainya merupakan dokumen yang berharga bahwa ia telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
                         h.    Guru Sebagai Penasehat
Guru adalah seorang penasehat bagi peserta didik juga bagi orang tua, meskipun mereka tidak memiliki latihan khusus sebagai penasehat dan dalam beberapa hal tidak dapat berharap untuk menasehati orang.
Peserta didik senantiasa berhadapan dengan kebutuhan untuk membuat keputusan dan dalam prosesnya akan lari kepada gurunya. Agar guru dapat menyadari perannya sebagai orang kepercayaan dan penasihat secara lebih mendalam, ia harus memahami psikologi kepribadian dan ilmu kesehatan mental.
                           i.    Guru Sebagai Pembaharu (Inovator)
Guru menerjemahkan pengalaman yang telah lalu ke dalam kehidupan yang bermakna bagi peserta didik. Dalam hal ini, terdapat jurang yang dalam dan luas antara generasi yang satu dengan yang lain, demikian halnya pengalaman orang tua memiliki arti lebih banyak daripada nenek kita. Seorang peserta didik yang belajar sekarang, secara psikologis berada jauh dari pengalaman manusia yang harus dipahami, dicerna dan diwujudkan dalam pendidikan.
Tugas guru adalah menerjemahkan kebijakan dan pengalaman yang berharga ini kedalam istilah atau bahasa moderen yang akan diterima oleh peserta didik. Sebagai jembatan antara generasi tua dan genearasi muda, yang juga penerjemah pengalaman, guru harus menjadi pribadi yang terdidik.
                            j.    Guru Sebagai Pendorong Kreatifitas
Kreativitas merupakan hal yang sangat penting dalam pembelajaran dan guru dituntut untuk mendemonstrasikan dan menunjukkan proses kreatifitas tersebut. Kreatifitas merupakan sesuatu yang bersifat universal dan merupakan cirri aspek dunia kehidupan di sekitar kita. Kreativitas ditandai oleh adanya kegiatan menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada dan tidak dilakukan oleh seseorang atau adanya kecenderungan untuk menciptakan sesuatu.
Akibat dari fungsi ini, guru senantiasa berusaha untuk menemukan cara yang lebih baik dalam melayani peserta didik, sehingga peserta didik akan menilaianya bahwa ia memang kreatif dan tidak melakukan sesuatu secara rutin saja. Kreativitas menunjukkan bahwa apa yang akan dikerjakan oleh guru sekarang lebih baik dari yang telah dikerjakan sebelumnya.
                           k.    Guru Sebagai Emansipator
Dengan kecerdikannya, guru mampu memahami potensi peserta didik, menghormati setiap insan dan menyadari bahwa kebanyakan insan merupakan “budak” stagnasi kebudayaan. Guru mengetahui bahwa pengalaman, pengakuan dan dorongan seringkali membebaskan peserta didik dari “self image” yang tidak menyenangkan, kebodohan dan dari perasaan tertolak dan rendah diri. Guru telah melaksanakan peran sebagai emansipator ketika peserta didik yang dicampakkan secara moril dan mengalami berbagai kesulitan dibangkitkan kembali menjadi pribadi yang percaya diri.
                           l.    Guru Sebagai Evaluator
Evaluasi atau penilaian merupakan aspek pembelajaran yang paling kompleks, karena melibatkan banyak latar belakang dan hubungan, serta variable lain yang mempunyai arti apabila berhubungan dengan konteks yang hampir tidak mungkin dapat dipisahkan dengan setiap segi penilaian. Teknik apapun yang dipilih, dalam penilaian harus dilakukan dengan prosedur yang jelas, yang meliputi tiga tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan dan tindak lanjut.
                          m.    Guru Sebagai Kulminator
Guru adalah orang yang mengarahkan proses belajar secara bertahap dari awal hingga akhir (kulminasi). Dengan rancangannya peserta didik akan melewati tahap kulminasi, suatu tahap yang memungkinkan setiap peserta didik bisa mengetahui kemajuan belajarnya. Di sini peran kulminator terpadu dengan peran sebagai evaluator.
Guru sejatinya adalah seorang pribadi yang harus serba bisa dan serba tahu. Serta mampu mentransferkan kebisaan dan pengetahuan pada muridnya dengan cara yang sesuai dengan perkembangan dan potensi anak didik.
                  Begitu banyak peran yang harus diemban oleh seorang guru. Peran yang begitu berat dipikul di pundak guru hendaknya tidak menjadikan calon guru mundur dari tugas mulia tersebut. Peran-peran tersebut harus menjadi tantangan dan motivasi bagi calon guru. Dia harus menyadari bahwa di masyarakat harus ada yang menjalani peran guru. Bila tidak, maka suatu masyarakat tidak akan terbangun dengan utuh. Penuh ketimpangan dan akhirnya masyarakat tersebut bergerak menuju kehancuran
      Peran strategis guru sebagai pendidik berpengaruh langsung pada proses pembelajaran siswa. Kualitas proses hasil belajar ini, pada akhirnya ditentukan oleh kualitas pertemuan antara guru dan siswa. Ilmu serta keterampilan yang dimilikinya akan menjadi alat pendewasaan anak didiknya, sehingga kualitas pendidikan lulusan suatu sekolah sering kali dipandang tergantung kepada peranan gurunya dan pengelolaan komponen yang terkait dalam proses kegiatan pembelajaran.
  Keterampilan-keterampilan mengajar (teaching skils) harus dikuasai terlebih dahulu oleh guru. Menurut Moh. Uzer Usman  keterampilan-keterampilan mengajar ini antara lain: keterampilan bertanya, memberi penguatan, mengadakan variasi, menjelaskan, membuka dan menutup pelajaran, membimbing diskusi, mengolah kelas, dan keterampilan mengajar peseorangan. Untuk mendongkrak kualitas pembelajaran,  Moh.Uzer Usman mengemukakan bahwa di samping penyediaan lingkungan yang kreatif, guru dapat menggunakan pendekatan sebagai berikut:[9]
a)        Self esteem approach. Guru idtuntut untuk lebih mencurahkan perhatiannya pada pengembangan self esteem (kesadaran akan harga diri), guru tidak hanya mengarahkan peserta didik untuk mempelajari materi ilmiah saja, tetapi pengembanagn sikap harus mendapat perhatian secara proposional.
b)        Creative approach. Beberapa saran untuk pendekatan ini adalah dikembangkannya problem solving, brain storming, inquiry, dan role playing.
c)        Value clarificationand moral development approach. Pengembangan pribadi menjadi sasaran utama, pendekatan holistik dan humanistik menjadi ciri utama dalam pengembangan potensi manusia menuju self actualization.
d)       Multiple talent approach. Pendekatan ini mementingkan upaya pengembangan seluruh potensi peserta didik.
e)        Inquiry approach, melalui pendekatan ini, peserta didik diberi kesempatan untuk menggunakan proses mental dalam menemukan konsep atau prisip ilmiah serta meningkatkan potensi intelektualnya.
f)         Pictorial riddle approach. Pendekatan ini merupakan metode untuk mengembangkan motivasi dan minat peserta didik dalam dsikusi kelompok kecil. Pendekatan ini sangat membantu menngkatkan kemampuan berpikir kritis dan kreatif.
g)        Synetics approach. Pendekatan ini memusatkan perhatian pada kompetensi peserta didik untuk memngembangkan berbagai bentuk untuk membuka intelegensinya dan mengembangkan kreativitasnya.[10]
Memahami uraian di atas, dapat dikatakan bahwa kreativitas peserta didik dalam proses pembelajaran sangat bergantung pada kreativitas kreativitas guru dalam mengembangkan materi standar, dan menciptakan lingkungan belajar yang kondusif. E. Mulyasa  mengemukakan bahwa yang dapat dilakukan guru dalam mengembangkan kreativitas peserta didik adalah:
a)        Jangan terlalu banyak membatasi ruang gerak peserta didik dalam pembelajaran dan mengembangkan pengetahuan baru.
b)        Bantulah peserta didik memikirkan sesuatu yang belum lengkap, mengeksplorasi pertanyaan, dan mengemukakan gagasan yang original.
c)        Bantulah peserta didik mengembangkan prinsip-prinsip tertentu ke dalam situasi baru.
d)       Berikan tugas-tugas secara independen.
e)        Kurangi kekangan dan ciptaan kegiataan-kegiatan yang dapat merangsang otak.
f)         Berikan kesempatan kepada peserta didik untuk berpikir reflektif terhadap setiap masalah yang dihadapi.
g)        Hargai perbedaan individu peserta didik, dengan melonggarkan aturan dan norma kelas.
h)        Jangan memaksakan kehendak terhadap peserta didik.
i)          Tunjukkan perilaku-perilaku baru dalam pembelajaran.
j)          Kembangkan tugas-tugas yang dapat merangsang tumbuhnya kreativitas.
k)        Kembangkan rasa percaya diri peserta didik, dengan membantu mereka mengembangkan kesadaran dirinya secara positif, tanpa menggurui dan mendikte mereka.
l)          Kembangkan kegiatan-kegiatan menarik, seperti kuis dan teka-teki, dan nyanyian yang dapat memicu potensi secara optimal.
m)      Libatkan peserta didik secara optimal dalam proses pembelajaran.
Melihat betapa banyaknya peran dan tanggung jawab guru, maka sebagai orang guru harus mampu menguasai tuntutan dari profesinya. Mulai dari kompetensi pribadinya, kompetensi mengajarinya, dan profesionalisme guru. 
              3.  Kompetensi Guru
Berdasarkan UU Sisdiknas Nomor.14 tentang guru dan dosen pasal 10,  menentukan bahwa kompetensi guru meliputi kompetensi kedagogik,  kompetensi kepribadian, kompetensi profesional dan kompetensi sosial.
1)   Kompetensi Pedagogik
Yang dimaksud dengan kompetensi adalah kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik. Kompetensi ini meliputi pemahaman terhadap peserta didik, perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi pedagogik  merupakan kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran peserta didik yang sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)        Pemahaman wawasan/landasan kependidikan  
b)        Pemahaman terhadap peserta didik  
c)        Pengembangan kurikulum / silabus  
d)       Perancangan pembelajaran 
e)        Pelaksanaan pembelajaran yang mendidik dan dialogis  
f)         Pemanfaatan tekhnologi pembelajaran  
g)        Evaluasi hasil belajar (EHB) 
h)        Pengembangan peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yan g dimilikinya 
                  2)  Kompetensi Kepribadian 
                  Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap,berakhlak mulia, arif dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik. Dalam standar nasional pendidikan, dikemukakan bahwa yang dimaksud dengan kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik dan berakhlak mulia. Kompetensi kepribadian ini memilikiperan dan fungsi yang sangat besar pengaruhn ya terhadap pertumbuhana dan perkembangan pribadi para peserta didik. Kompetensi kepribadian ini memiliki peran dan fungsi yang sangat penting dalam membentuk kepribadian anak, guna menyiapakan dan mengembangkan sumber daya manusia (SDM) serta mensejahterakan masyarakat, kemajuan Negara, dan bangsa pada umumnya.
                  3) Kompetensi Sosial 
                              Kompetensi sosial adalah kemampuan guru sebagai bagian dari mas yarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua / wali peserta didik dan masyarakat sekitar. Kompetensi sosial merupakan kemampuan guru sebagai bagian dari masyarakat yang sekurang - kurangnya memiliki kompetensi untuk:
a)   Berkomunikasi secara lisan dan informasi secara fungsional  
b)   Menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional. 
c)   Begaul efektif dengan peserta didik, sesama  pendidik, tenaga
Kependidikan, orang tua/wali peserta didik .
d)  Bergaul secara santun dengan masyarakat sekitar 
4)        Kompetensi Profesional
                              Kompetensi profesional merupakan kemampuan penguasaan materi, pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkan membimbing peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan dalam standar nasional pendidikan.  
                          Profesional berasal dari kata profesi. Istilah profesi menurut Arifin, berasal dari kata Profesion mengandung arti sama dengan occupation yaitu suatu pekerjaan yang memerlukan keahlian yang diperoleh melalui pendidikan atau latihan khusus. Menurutnya profesi sebagai bidang keahlian yang khusus untuk menangani lapangan pekerjaan tertentu yang membutuhkannya.[11]
                        Guru yang profesional adalah guru yang memiliki visi dan misi yang tepat dan berbagai aksi inofatif.[12]  Guru yang profesional memiliki ciri-ciri sebagai berikut : (1) mempunyai komitmen pada proses belajar siswa; (2) Menguasai secara mendalam materi pelajaran dan cara mengajarkannya; (3) mampu berpikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya; (4) merupakan bagian dari masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya yang memungkinkan mereka untuk selalu meningkatkan profesionalismenya.[13]
a)    Ruang Lingkup Kompetensi Profesional
                   Adapun ruang lingkup  kompetensi profesional sebagai berikut:
(a)      Mengerti dan dapat menerapkan landasan kependidikan baik
       filosofis, psikologis, sosiologis, dan sebagainya.Mengerti dan dapat menerapkan teori belajar sesuai taraf perkembangan peserta didik. 
(b)     Mampu menangani dan mengembangkan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.  
(c)      Mengerti dan dapat menerapkan metode pembelajaran yang bervariasi.
(d)     Mampu mengembangkan dan menggunakan berbagai alat, media dan sumber belajar yang relevan  
(e)      Mampu mengorganisasikan dan melaksanakan program pembelajaran.
(f)      Mampu melaksanakan evaluasi hasil belajar peserta didik  
(g)     Mampu menumbuhkan kepribadian 
Setelah standar kualifikasi dan kompetensi terpenuhi ada satu persyaratan yang harus di penuhi untuk disebut guru profesional yaitu sebagaimana pada UUGD Nomor 14 tahun 2005 pasal 11 yaitu guru  harus sudah lulus proses sertifikasi.  Berikut ini teks pasal 11 tersebut:  
(a)    Sertifikat pendidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 diberikan kepada guru yang telah memenuhi persyaratan. 
(b)   Sertifikasi pendidik diselenggarakan oleh perguruan tinggi yang memiliki program penggadaan tenaga kependidikan yang terakreditasi dan ditetapkan oleh Pemerintah.  
(c)    Sertifikasi pendidik dilaksanakan secara objektif, transparan, dan akuntabel. 
(d)   Ketentuan lebih lanjut mengenai sertifikasi pendidik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) diatur dengan peraturan pemerintah.  
Secara formal sudah menjadi keharusan bahwa suatu pekerjaan profesi menuntut adanya syarat -syarat yang harus dipenuhi, termasuk hal ini adalah pekerjaan sebagai guru. Persyaratan tersebut dimaksudkan untuk menentukan kelayakan seseorang dalam memangku pekerjaan tersebut. Di samping itu syarat tersebut dimaksudkan agar seorang guru dalam menjalankan tugas dan  tanggung jawabnya secara profesional serta dapat memberi pelayanan yang sesuai dengan harapan.
1)        Syarat profesional  
2)        Syarat biologis  
3)        Syarat psikologis 
4)        Syarat pedagogis-didaktis 
Beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh seorang guru sebagaimana disebutkan tersebut secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut: 
1)      Syarat Profesional 
         Pekerjaan guru merupakan profesi dalam masyarakat, karena itu seorang guru sebelum menunaikan tugas mendidik dan mengajar dituntut untuk memiliki beberapa macam keterampilan yang merupakan pelengkap profesinya. Profesional tersebut biasanya diasosiasikan dengan ijazah yang memberikan kewenangan dan tanggung jawab guru dalam melaksanakan tugasnya. 
          Mengenai syarat ijazah guru serta kewenangan melaksankan tugasnya  tersebut telah dikemukakan pada PP RI N o 19 Tahun 2005 bab VI pasal 29 a yat 3 tentang Standar Nasional Pendidikan bahwa pendidik pada SMP /MTs atau bentuk lain yang sederajat memiliki: a) kualifikasi akademik pendidikan minimum diploma empat (D - IV) atau sarjana (S1), b) latar belakang pendidikan tinggi dengan program pendidikan yang sesuai  dengan mata p elajaran yang diajarkan; dan c) sertifikat profesi guru untuk  SMP /MTs. 
       Persyaratan ijazah seperti tersebut, mempunyai orientasi pada pendidikan yang harus dimiliki guru sebelum terjun ke lapangan. Melalui pendidikan guru tersebut mereka memperoleh bekal keilmuan yang berkaiatan dengan tugasnya sebagai pendidik, yaitu pengetahuan akademis.  Pendidikan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari lembaga pendidikan guru yang memberi bekal untuk menunaikan tugas sebagai pendidik formal di sekolah. Jelasnya adalah ijazah guru yang memberikan hak dan wewenang menjadi pengajar di kelas.
2)      Syarat Biologis 
     Profesi guru sebagai pendidik formal di madrasah tidak dapat dipandang ringan, karena menyangkut berbagai aspek kehidupan serta menuntut pertanggung jawaban moral yang berat. Salah satu aspek yang perlu diperhitungkan untuk menjadi seorang guru adalah persyaratan fisik atau persyaratan jasmani.  Hal ini dimaksudkan bahwa seorang calon guru harus berbadan sehat dan tidak memiliki cacat tubuh yang dapat mengganggu  tugas mengajarnya. Dalam dunia pendidikan selalu berhadapan dengan muridnya dan juga guru sebagai penentu keberhasilan pendidikan dituntut untuk memiliki fisik yang memenuhi syarat, maksudnya guru  dalam proses belajar-mengajar harus selalu dalam keadaan sehat, tidak cacat tubuh serta memiliki stamina yang kuat untuk melaksanakan tugasnya. 
 Berdasarkan persyaratan tersebut, jelaslah bahwa persyaratan fisiknya  sehat dan tidak adanya cacat merupakan salah satu persyaratan yang harus  dipenuhi guru. Dengan kondisi yang baik, maka guru akan dapat tampil di depan kelas dengan baik pula, sehingga interaksi edukatif yang diharapkan dapat mencapai hasil maksimal. 
                   3) Syarat Psikologis 
                Persyaratan psikologis ini pada hakikatnya ada dua unsur yang sangat  kompeten terhadap perkembangan manusia yaitu unsur jasmani dan unsur rohani. Perpaduan dua unsur dalam setiap manusia itulah yang menentukan figur guru yang baik.  Persyaratan tersebut, sepintas lebih menekankan pada kesehatan jiwa guru. Kesehatan yang dimaksud juga berkaitan dengan kesetabilan emosi guru dalam melaksanakan tugasnya. Karena perasaan dan emosi guru yang mempunyai kepribadian yang terpadu tampak stabil optimis dan menyenangkan. Dia dapat memikat hati anak didiknya, karena setiap anak merasa diterima dan disayangi oleh guru .
               Demikian juga emosi yang tidak stabil akan membawa keadaan emosi yang tidak stabil kepada anak didiknya, khususnya dalam masalah yang berkaitan dengan kewajiban anak didik tersebut. Dengan adanya hal di atas, maka seorang guru harus  memiliki mental yang sehat dalam rangka menunjang keberhasilan program pengajaran.
         4) Syarat Pedagogis-Didaktis 
                Seorang guru akan melaksanakan tugasnya dengan baik ditentukan oleh pengetahuan -pengatahuan yang dimilikinya. Baik pengetahuan yang bersifat umum maupun pengetahun pendidikan. Dengan dasar-dasar pengetahun yang dimiliki diharapkan guru dapat membuka wawasan yang luas dan dapat mengembangkan diri sesuai dengan perkembangan zaman. Disamping itu, persyaratan pengetahuan bagi guru ini juga sangat penting sebagai penunjang dan pembentukan profesi guru. Hal ini dikemukakan oleh Amir Daiem Indrakusuma dalam bukunya Ilmu Pendidikan Sebuah Tinjauan Teoritis Filosofis, mengatakan: 
      “Pembentukan profesi guru, maka diperlukan pengetahuan-pengetahuan yang merupakan persiapan atau bekal dalam melaksanakan pekerjaan mendidik”. Pentinganya persyaratan pedagogis-didaktis, maka setiap orang yang menjadi guru harus memenuhinya dalam melaksanakan tugasnya. Berbagai persyaratan yang harus dipenuhi guru tersebut, harapan menjadi guru yang baik atau guru yang profesional dapat tercapai. Berbagai upaya dapat dilakukan untuk mewujudkan dan meningkatkan profesionalisme guru. Menurut Rohmat Wahab,[14] untuk dapat mencapai profesionalisme guru, maka upaya yang dapat dilakukan adalah:
a)    Pengembangan Standar Profesional (Kompetensi profesional Personal dan sosial )  
b)   Pengujian kompetensi (baik guru-guru baru maupun lama).
c)    Menekankan kualitas guru daripada kuantitas, walaupun dalam   batas tertentu, kuantitas guru itu diperlukan.
d)   Evaluasi guru secara periodik.
e)    Pengembangan profesional (inservice training)
f)    Penegakan kode etik.
           Berdasarkan  beberapa hal atas, maka implikasi bagi guru Madrasah Tsanawiyah, di antaranya adalah:
a)    Pengujian kompetensi guru perlu dilakukan sejak awal rekruitmen, sehingga diperoleh guru yang qualified.
b)   Perlu memberikan incentive bagi guru yang berkualitas, sehingga mampu mendorong untuk maju.
c)    Untuk menjamin kualitas pendidikan, perlu dilakukan penilaian secara periodik terhadap guru MTs, sesuai dengan bidang studi yang menjadi tanggung jawabnya.
d)   Dalam menjaga kesinambungan layanan profesional kependidikan, guru-guru perlu terus meng-update ilmunya.
e)    Penegakan kode etik perlu dilakukan oleh organisasi guru MTs secara bertanggung jawab.
          Jadi jelas bahwa upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru madrasah, tidak hanya disandarkan pada inisiatif dan upaya mandiri dari para guru itu sendiri, melainkan harus didukung oleh organisasi atau pihak yang berwenang. Jadi ada perpaduan antara upaya pribadi guru dan kebijakan yang terencana dan terprogram secara sistematis oleh pihak-pihak terkait, seperti Kementerian Agama dan organisasi profesi guru. Tidak kalah pentingnya adalah peranan pengawas maupun kepala sekolah, khususnya dalam melaksanakan supervisi akademik yang intensif, terprogram dan berkesinambungan. Semua pihak idealnya memainkan perannya masing-masing secara optimal sehingga profesionalisme guru madrasah akan lebih mudah diwujudkan secara nyata.                  
       b) Karakterisik Profesional
               Ada karakteristik atau kriteria tertentu yang harus dipenuhi agar suatu pekerjaan disebut profesional . Menurut Robin Ann Martin  bahwa profesi dapat dikarakteristikkan sebagai berikut:
(a)      Memberikan suatu layanan sosial yang unik, tertentu, dan esensial. Penekanannya pada teknik-teknik intelektual dalam menunjukkan layananya.
(b)      Membutuhkan waktu yang lama untuk latihan keahliannya.             
(c)      Rentangan otonominya luas baik sebagai praktisi secara individual,  mau kolektif.
(d)     Diterima oleh para praktisi akan tanggung jawab personalnya secar meluas akan penilaian yang dibuat dan tindakan yang ditunjukkan.
(e)      Penekanan organisasional pada layanan yang diberikan, daripada pemerolehan ekonomik.
(f)       Memiliki oragnisasi profesional yang mandiri.
(g)      Adanya kode etik.[15]
            
      C. Pengembangan Profesionalisme Guru
      Pengembangan profesionalisme guru dilakukan berdasarkan kebutuhan institusi, kelompok guru, maupun individu guru sendiri.  Pengembangan guru dimaksudkan untuk merangsang, memelihara, dan meningkatkan kualitas staf dalam memecahkan masalah-masalah keorganisasian.  Selain itu juga, pengembangan guru berdasarkan kebutuhan institusi itu penting, namun hal yang lebih penting adalah bedasarkan kebutuhan individu guru untuk menjalani proses profesionalisme. [16]
      Profesionalisme guru perlu ditingkatkan secara berkelanjutan, untuk itu perlu diperlukan pengembangan keprofesian berkelanjutan dalam rangka peningkatan profesionalitas guru.  Pengembangan keprofesian berkelanjutan mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, evaluasi dan refleksi yang didesain untuk meningkatkan karakteristik, pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan.[17]
      Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara sistematis, dalam arti direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas, dan dievaluasi secara objektif, sebab lahirnya seorang profesional tidak hanya melalui bentuk penataran dalam waktu enam hari, supervisi dalam sekali atau dua kali, dan studi banding.[18]  Pidarta  sebagaimana dikutip Priansa Donni menyatakan ada beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan profesionalisme guru antara lain :[19]
a.    Meningkatkan kualitas dan kemampuan dalam pelaksanaan proses pembelajaran;
b.    Berdiskusi tentang rencana pembelajaran;
c.    Berdiskusi tentang substansi materi pembelajaran;
d.   Berdiskusi tentang pelaksanaan proses belajar mengajar termasuk evaluasi pengajaran;
e.    Melaksanakan observasi aktivitas rekan sejawat di kelas;
f.     Mengembangkan kompetensi dan performansi;
g.    Mengkaji jurnal dan buku pendidikan;
h.    Mengikuti studi lanjut dan pengembangan pengetahuan melalui kegiatan ilmiah;
i.      Melakukan penelitian;
j.      Menulis artikel;
k.    Menyusun laporan penelitian;
l.      Menyusun makalah;
m.  Menyusun laporan atau reviu buku.
      Menurut Permenneg PAN dan RB Nomor 16 Tahun 2009, unsur kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan meliputi :
           1)  Pengembangan Diri
Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan melalui diklat fungsional dan/ atau kegiatan kolektif guru yang meningkatkan kompetensi dan/ atau keprofesian guru.
Beberapa contoh materi yang dapat dikembangkan dalam kegiatan pengembangan diri, antara lain: (1) perencanaan pendidikan dan program kerja; (2) pengembangan kurikulum, penyusunan RPP dan pengembangan bahan ajar; (3) pengembangan metodologi mengajar; (4) penilaian proses dan hasil pembelajaran peserta didik; (5) penggunaan dan pengembangan teknologi informatika dan komputer (TIK) dalam pembelajaran; (6) inovasi proses pembelajaran; (7) peningkatan kompetensi profesional dalam menghadapi tuntutan teori terkini; (8) penulisan publikasi ilmiah; (9) pengembangan karya inovatif; (10) kemampuan untuk mempresentasikan hasil karya; dan (11) peningkatan kompetensi lain terkait pelaksanaan tugas-tugas tambahan atau tugas lain yang relevan dengan fungsi sekolah/madrasah.
            2) Publikasi Ilmiah
       Publikasi ilmiah mencakup 3 (tiga) kelompok, yaitu :
a.    Presentasi pada forum ilmiah.  Dalam hal ini guru bertindak sebagai pemasaran dan/atau narasumber pada seminar, lokakarya, koloqium, dan/atau diskusi ilmiah, baik yang diselenggarakan pada tingkat sekolah, KKG/MGMP/MGBK, kabupaten/kota, provinsi, nasional, maupun internasional.
b.    Publikasi ilmiah berupa hasil penelitian atau gagasan ilmu bidang pendidikan formal.  Publikasi dapat berupa karya tulis hasil penelitian, makalah tinjuan ilmiah di bidang pendidikan formal dan pembelajaran, tulisan ilmiah populer, dan artikel ilmiah dalam bidang pendidikan.
c.    Publikasi buku teks pelajaran, buku pengayaan, dan/ atau pedoman guru.
           3) Karya Inovatif
Karya inovatif dapat berupa penemuan teknologi tepat guna, penemuan/penciptaan atau pengembangan karya seni, pembuatan /modifikasi alat pelajaran/peraga/praktikum, atau penyusunan standar, pedoman, soal dan sejenisnya pada tingkat nasional maupun provinsi.
Kegiatan pengembangan keprofesian berkelanjutan yang mencakup ketiga unsur tersebut harus dilaksanakan secara berkelanjutan, agar guru dapat selalu menjaga dan meningkatkan profesionalismenya, tidak sekedar untuk pemenuhan angka kredit. Peningkatan profesionalisme guru harus dilakukan secara sistematis, dalam arti direncanakan secara matang, dilaksanakan secara taat asas, dan dievaluasi secara objektif.[20]
Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Tahun 2005 sebagaimana dikutip Udin syaefudin[21] menyebutkan beberapa alternatif Program Pengembangan Profesionalisme Guru, sebagai berikut : 1) Program peningkatan kualifikasi pendidikan guru, 2) Program penyetaraan dan sertifikasi, 3) Program pelatihan terintegrasi berbasis kompetensi, 4) Program supervisi pendidikan, 5) Program pemberdayaan MGMP (Musyawarah Guru Mata Pelajaran), 6) Simposium guru, 7) Program pelatihan tradisional lainnya, 8) Membaca dan menulis jurnal atau karya ilmiah, 9) Berpartisipasi dalam pertemuan ilmiah, 10) Melakukan penelitian (khususnya Penelitian Tindakan Kelas), 11) Magang, 12) Mengikuti berita aktual dari media pemberitaan, 13) Berpartisipasi dan aktif dalam organisasi profesi, 14) Menggalang kerjasama dengan teman sejawat.
     Castetter sebagaimana dikutip Udin syaefudin menyampai kan ada lima model pengembangan untuk guru, yaitu :  1) Individual guided staff development (pengembangan guru yang dipadu secar individual), 2) Observation/assessment observasi atau penilaian), 3) Involvement in adevelopment/improvement process (keterlibatan dalam suatu proses pengembangan /pening katan) , 4) Training (pelatihan), 5) Inquiry (pemeriksaan).
           D. Telaah Pustaka
            Penelitian terdahulu dicantumkan untuk mengetahui perbedaan penelitian terdahulu sehingga tidak terjadi plagiasi ( penjiplakan) karya dan untuk mempermudah fokus apa yang akan dikaji dalam penelitian ini.  Adapun beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian antara lain :
     1. Penelitian yang dilakukan oleh Sadikun
                 Judul tesisnya Evaluasi Pelaksanaann Penilaian Otentik Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Di Sekolah Dasar Negeri 2 Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas.  Dari hasil penelitian ini menyebutkan, bahwa pada penilaian otentik banyak terdapat hal baru dan pelaksanaannya membutuhkan kompetensi guru yang lebih baik jika dibandingkan dengan penilaian hasil belajar pada kurikulum 2006 (KTSP).  Sementara di sisi lain, secara umum kesiapan guru Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti SD piloting implementasi kurikulum 2013 untuk melaksanakan penilaian otentik terkesan masih kurang.
                 Penelitian tersebut bertujuan untuk mengevaluasi dan mendeskripsikan pelaksanaan penilaian otentik Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di Sekolah Dasar piloting implementasi kurikulum 2013 di Kabupaten Banyumas.  Kesimpulan dari penelitiannya menunjukkan bahwa pelaksanaan penilaian otentik pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti di SD Negeri 2 Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas sesuai dengan panduan teknis penilaian di Sekolah Dasar.[22]
     2. Penelitian yang dilakukan oleh Irma Muspidawati
                        Judul tesisnya  Evaluasi Program Pendidikan Akhlak (PPA) Di Sekolah Menengah Atas Islam Teladan (SMA IT) Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto.  Peneltian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi konteks berupa dukungan, input berupa sumber daya, evaluasi  berupa pelaksanaan, dan produk berupa akhlak dalam kebijakan Program Pendidikan Akhlak (PPA) di SMA IT Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto.
                          Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa program pendidikan akhlak di SMA IT Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto sudah sesuai dengan Undang-Undang dan konsep pendidikan dalam Islam dengan catatan : (1) Dalam evaluasi konteks, perlu dicantumkan undang-undang tentang tujuan pendidikan akhlak agar bisa dipahami oleh semua pihak.  (2) Perlu peningkatan kualitas akhlak guru terkait dengan kepedulian lingkungan.  (3) Kedisiplinan siswa dalam hal melaksanakan peraturan sekolah perlu adanya standarisasi pemahaman peraturan sehingga siswa dapat memahami tujuan ditegakannya peraturan, begitu juga efektifitas pengisian buku pantauan ibadah dan akhlak siswa.  (4) Program infak harian membutuhkan strategi yang jitu agar sukses melalui motivasi dan bakti sosial.  (5) Pendampingan siswa melibatkan seluruh guru.  (6) Akhlak siswa secara umum itu sudah ternilai dengan baik tetapi belum memuaskan terutama dalam hal kedisiplinan, kepedulian lingkungan, sopan santun, percaya diri, dan kejujuran.[23]

3.    Penelitian yang dilakukan oleh Sri Rahayu
              Judul Evaluasi Program Akselerasi di SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun 2006/2007.  Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan pelaksanaan program akselerasi di SMA Negeri 1 Karanganyar.  Fokus penelitian meliputi program, input, proses, dan produk.  Relevansi program meliputi kebutuhan belajar peserta didik, input ditinjau dari karkteristik pada guru dan sarana-prasarana belajar, proses ditinjau dari aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran dan produk adalah hasil belajar yang diperoleh peserta didik ditinjau dari prestasi akademik, kemampuan tugas (task commitment), kecerdasan emosi dan spiritual.
              Penelitian ini menghasilkan : 1) Program akselerasi di SMA Negeri 1 Karanganyar sangat relevan dengan kebutuhan belajar siswa untuk menyelesaikan pendidikan di SMA dengna cepat.  2) Input ditinjau dari karakteristik guru terkait dengan tingkat pendidikan , kesesuian kompetensi, dan pengalaman mengajar.  Karakteristik siswa ditinjau dari kemampuan akademik dan psikologis tinggi.  Saran-prasarana menunjukkan kondisi sangat baik.  Secara umum dapat dikatakan input program akselerasi sangat baik.  3) Proses pembelajaran ditinjau dari keaktifan siswa 27% sangat aktif, kompetensi guru 51% baik dan 49% sangat baik, penggunaan metode pembelajaran dan tingkat penggunaan teknologi masih kurang.  Secara umum proses pembelajaran berjalan dengan baik.  4) Produk ditinjau dari prestasi akademik dengan standar ketuntasan minimal 7,9 sebanyak 33,33% siswa memperoleh nilai dalam kategori sangat baik dan 63% baik.  Kecerdasan emosi dan spiritual sistem secara umum cukup baik.[24]
4.    Penelitian yang dilakukan oleh Abdul Muchit
            Dengan judul Evaluasi Program Manajemen Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan STAINU Temanggung.  Penelitian ini berusaha mendeskripsikan dan mengevaluasi Program Manajemen bagi upaya peningkatan mutu pendidikan pada STAINU Temanggung. Hasil penelitian menunjukkan adanya perkembangan  dan kemajuan yang cukup signifikan dalam berbagai sektor baik fisik maupun proses pembelajaran.  Hal ini disebabkan oleh pola manajemen dan kebijakan yang diterapkan pada lembaga tersebut dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
              Setelah diadakan penelitian dengan mengevaluasi program manajemen ternyata ditemukan beberapa kelemahan dan kekurangan di berbagai bidang yang menunjukkan bahwa STAINU Temanggung masih termasuk lembaga pendidikan tinggi yang belum memenuhi standar mutu, sehingga masih sangat perlu diadakan pembenahan dan peningkatan.[25]
              Dari berbagai penelitian dan kajian di atas, penelitian yang dilakukan oleh penulis berbeda dengan penelitian tersebut diatas, penelitian yang dilakukan oleh penulis lebih menekankan pada evaluasi program pengembangan profesionalisme guru di Madrasah Ibtidaiyah  Ma’arif NU Pageraji Cilongok Kabupaten Banyumas, menurut penulis kajian penelitian ini belum pernah dikaji dan dilakukan.




      





            [1]ArikuntoSuharsimi, Evaluasi Program Pendidikan, ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, 1988) hal 21
       [2] ArikuntoSuharsimi, Evaluasi Program Pendidikan, ( Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktur Jendral Pendidikan Tinggi, 1988) , hal 22
 
     [3]Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi untuk Program Pendidikan dan Pelatihan, (Jakarta : Rineka Cipta, 2008),  hal. 13.
     [4] Arikunto Suharsimi, Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, 1988),  hal. 30.-40
   
[5]Arikunto Suharsimi, Penilaian Program Pendidikan, (Jakarta : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pembangunan Lembaga Pendidikan dan Tenaga Kependidikan, 1988),  hal. 30.
[6] Umaedi, Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah, (Jakarta : Departemen Pendidikan Nasional, 2000), hal.  5.

                     [7] An-Nahlawi, Abdurrahman. Usul al-Tarbiyah al-Islamiyah wa Asalibiha fi al-Baiti wa al-Madrasah wa al-Mujtama’. (Beirut: Dar al-Fikr, 1989) .

                      [8]Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. Cet. XIII , ( Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001) , Hal . 9
                      [9]Moh. Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional. Cet. XIII , ( Bandung: Remaja Rosdakarya. 2001) , hal . 10-11
                                    [10]E. Mulyasa,Menjadi Guru Profesional, Menciptakan Pembelajaran Kreatif dan Menyenangkan, Cet. VII, ( Bandung: Remaja Rosdakarya.2008),  Hal. 168

                 [11]M. Arifin, KapitaSelektaPendidikan (Agama danUmum), (Jakarta: BinaAksara, 1991),
                 [12]Bafadal Ibrahim, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah), (Jakarta : Bumi Aksara, 2013)
         [13]Syaefudin Saud Udin, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung : Alfabeta, 2013), 97.
             [14] Rohmat Wahab,   Guru Madrasah, Makalah, Disajikan pada Workshop dan Orientasi Guru Agama Implemetasi KBK Al-Qur-an - Hadits dan Fiqh, se Prop. DIY tanggal 1-3 Juni 2004 di Wisma Haji, Yogyakarta), hal. 1,48

                   [15]Rohmat Wahab, Profesionalisme Guru Madrasah, Makalah, Disajikan pada Workshop dan Orientasi Guru Agama Implemetasi KBK Al-Qur-an - Hadits dan Fiqh, se Prop. DIY tanggal 1-3 Juni 2004 di Wisma Haji, Yogyakarta), hal. 1.
                 [16] Syaefudin Saud Udin, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung : Alfabeta, 2013),
 hal. 98.
              [17] Juni Priansa Donni, Kinerja dan Profesionalisme Guru, (Bandung : Alfabeta, 2014), hal. 117
[18]Bafadal Ibrahim, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah), (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), hal. ., 7-8.
               [19] Juni Priansa Donni, Kinerja dan Profesionalisme Guru, (Bandung : Alfabeta, 2014), hal. 113-121
  , .

[20] Bafadal Ibrahim, Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar (Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah), (Jakarta : Bumi Aksara, 2013), hal,  7.
              [21] Syaefudin Saud Udin, Pengembangan Profesi Guru, (Bandung : Alfabeta, 2013),
 Hal, 103-109

           [22] Sadikun, Evaluasi Pelaksanaann Penilaian Otentik Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti Di Sekolah Dasar Negeri 2 Tinggarjaya Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas (Tesis). (Purwokerto : IAIN Purwokerto, 2015).
[23]Muspidawati Irma, Evaluasi Program Pendidikan Akhlak (PPA) Di Sekolah Menengah Atas Islam Teladan (SMA IT) Al Irsyad Al Islamiyah Purwokerto (Tesis). (Purwokerto : IAIN Purwokerto, 2016).
             [24]Rahayu Sri, Evaluasi Program akselerasi di SMA Negeri 1 Karanganyar Tahun 2006/2007 (Tesis). (Surakarta : Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2006).                            
                 [25]Muchit Abdul, Evaluasi Program Manajemen Dalam Upaya Peningkatan Mutu Pendidikan STAINU Temanggung (Tesis). (Yogyakarta : UIN Sunan Kalijaga, 2004).

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KEDAHSATAN JERUK BAYI JAWA

MENEJEMEN PENGEMBANGAN KURIKULUM MADRASAH